Saturday, September 28, 2019

Sewu Dino ( Santet dalam 1000 hari )


Sewu Dino ( Santet dalam 1000 hari )

Sewu Dino ( Santet dalam 1000 hari )

Sewu Dino ( Santet dalam 1000 hari )

Dunia4d Prediksi SGP Di sebuah desa hidup lah seorang anak gadis bersama bapaknya dan anak gadis tersebut ingin merantau ke kota untuk bekerja.
Bapak : “kamu yakin mau pergi ke ibu kota? kenapa tidak nyari sekitaran sinisaja, yg deket aja dulu kali aja tenaga kamu di butuhkan.”
Sri : “kerja apaan pak disini, lha sri nya itu cuma lulusan SD pak”
Bapak : “kalau kamu ke ibu kota, nasib bapak gimananak ? siapa yg nanti merawat bapak”
Sri : “iya pak, Sri paham tapi kalau Sri tidak cari kerja di kota bagaimana Sri kasih duit ke bapak ?”
Bapak pun terdiam.
Hari Menjelang Sore dan Matahari sudah mulai terbenam
Gambar terkait
Tiba-tiba ada suara ketukan pintu rumah Sri ( “Tuk Tuk Tuk” )
Ketukan itu adalah ketukan dari Ibu Menik. Ibu Menik adalah Tetangga yang Terkaya di desa itu, dia menyampaikan kepada Sri dan mengabarkan bahwa ada seorang yang menelpon dari Griya Zainah yang adalah agen penyalur tenaga kerja untuk orang yg mencari pekerjaan.
Di kampung itu hanya Bu Menik yang mempunyai Telepone, Maka dari itu banyak warga yang selalu meminta tolong kepada beliau.
Ibu Menik pun memberikan Telepone tersebut kepada Sri dan Sri pun menjawab Telepone, menyampaikan kesiapannya, dia di minta datang esok hari datang ke rumah si Griya Zaina.
Untuk Sementara Sri menunda keberangkatannya dia berharap mempunyai pekerjaan di dekat desa , di karenakan mengingat kata dari bapaknya yang sudah tua.
Sekarang di pikiran Sri adalah Dia harus mencari uang untuk menopang kebutuhan keluarganya. Untuk makan sehari hari saja sudah susah, Untuk itu Sri nekat melamar untuk menjadi pembantu di rumah orang kaya.
Langit sudah gelap , Sri sangat bergegas untuk pergi ke kota karena membutuhkan waktu 1 setengah jam untuk sampai ke kota. dia harus naik angkutan umum.
Tibalah Sri di depan rumah orang kaya itu, Si pemilik sudah sangat terkenal sebagai penyalur tenaga kerja untuk orang yg mencari jasa PRT. Sri baru tiba dan sudah banyak sekali orang yang menunggu, butuh waktu yang lama untuk memanggil nama Sri. akhirnya nama Sri yg di panggil ia masuk ke sebuah ruangan kecil dan melihat si pemilik agen penyalur lalu ia menjelaskan bahwa kemungkinan dia butuh jasa PRT untuk satu keluarga namun masih harus di seleksi karena siang ini si keluarga akan datang.
Dunia4d Prediksi SGP Sebelum Keluarga itu datang si pemilik jasa bertanya tanya kepada Sri.
Agen : “Sri, ini benar kamu lahir jumat kliwon?”
Sri yg mendengar pertanyaan itu langsung kaget.
Sri : “Bila memang benar Sri lahir di jumat kliwon, Namun Sri tidak tahu bila hari itu adalah hari jumat Kliwon”
Agen : “Kamu adalah apa yang aku cari Sri, Hari lahir kamu adalah hari istimewa Sri ( Sambil Tersenyum )”
Lalu kemudian dia membawa Sri keruangan lain yg lebih besar, Lebih megah dan Sri di minta untuk menunggu. Sudah ada 2 orang yg sudah duduk disana lebih dahulu.
Selama berjam-jam Sri menunggu disana, Sri sudah mengobrol dengan 2 orang yg duduk disana namanya adalah Erna dan Dini, usiannya tidak jauh dari Sri, masih muda dan belum menikah.
Entah sampai mana mereka bicara tiba tiba si pemilik jasa, memanggil salah satu dari mereka( Erna keluar dari ruangan).
lama tidak ada kabar dari Erna dan Erna pun sudah tidak kembali ke ruangan sekarang ganti Dini yg dipanggil. kini, tinggal Sri sendirian di ruangan itu menunggu.
Kini, tiba giliran Sri yg di panggil dan dengan ragu dia keluar, berjalan menuju ruangan tadi ada si pemilik jasa dengan seorang wanita yg memakai pakaian adat, kebaya, lengkap dengan sanggul, dia duduk anggun menatap Sri dari ujung kepala hingga mata kaki.
Dia tersenyum sangat tulus membuat Sri merasa sungkan sekali seakan berhadapan dengan orang berderajat tinggi sekali Sri bahkan tidak berani melihat matannya dan auranya begitu membuat Sri merasa kecil sekali dan dia berkata kepada Sri “Cantik Sekali” dengan nada suara yang halus.
Sri di minta untuk duduk kemudian si pemilik jasa memperkenalkan siapa wanita anggun itu, yg rupannya adalah pemilik rumah makan yg saat itu terkenal sekali seantero jawa timur sebegitu terkenalnya kekayaannya tidak perlu lagi di pertannyakan.
Nama wanita itu adalah Kembang Krasa, Sri tahu arti nama itu yang berarti Bunga Krasa, bunga yg wanginya dulu sudah melegenda.
Sri hanya menunduk, dia masih segan menatap wanita itu.
Kembang Krasa : “Angkat kepalamu nak, tidak usah takut begitu mbah ini sudah tua loh tidak perlu sehormat itu”
Sri hanya mengangguk, dia tidak membuang rasa segannya seperti yg di perintahkan. tibalah saat, mbah Krasa mulai mengajukan beberapa pertanyaan kepada Sri.
Krasa : “nak, kamu mau kerja sama saya?”
Sri mengangguk
Krasa : “kamu minta berapa untuk gajimu dalam sebulan?”
Sri : “700 ribu nek, kalau bisa”
Krasa : “bagaimana kalau setiap bulan aku kasih kamu 5 juta”
Dengan Kaget Sri pun langsung setuju dia tidak tahu harus mengatakan apa bahkan ketika si wanita sudah pergi, si pemilik jasa tidak akan memungut uang sepersen pun dari Sri hal ini membuat kejadian ini menjadi semakin aneh.
Dunia4d Prediksi SGP pekerjaan macam apa yg di gaji setinggi itu ( di pikirnya dalam hati) Sri mulai ragu.
Sri pulang dan langsung menceritakan kepada bapaknya
Bapak : “firasat bapak kok buruk ya? di tolak saja nal, cari yg lain”
Namun Sri meyakinkan, bahwa dia harus kerja dan kapan lagi dia mendapat pekerjaan dengan gaji setinggi itu.
Dalam hati kecil Sri, dia ingin melihat terlebih dahulu pekerjaan apa yg di berikan kepadanya.
Keesokan harinnya dia pergi ke rumah mbah Krasa disana dia melihat Erna dan Dini mereka sama-sama terkejut satu sama lain.
PRT Krasa : “Begini mbak, saya mau tanya dulu anda setuju bekerja disini karena ada larangan keras bila anda sudah menerimannya larangannya tidak akan bisa dicabut lagi”
Sri : “larangan seperti apa?”
Sri bisa melihat gelagat aneh, karena mereka saling memandang satu sama lain seakan pertanyaan itu tidak perlu mereka jawab.
Krasa : “hidupmu akan terjamin bila kamu mau, tapi saya tidak mau memaksa kalau kamu tidak mau” tanya Krasa kepada Sri.
Sri : “iya, saya mau”
Sri pun melangkah pergi dia menemui Dini dan Erna rupannya mereka semua diterima bekerja disini. Malam itu, ketika mereka semua sudah datang di rumah ini. tampak mbah Krasa sudah menunggu bersama anggota keluarga lain disini dia menjelaskan bahwa mereka bertiga ( Sri , Erna , Dini ) akan di tugaskan di sebuah rumah lain sebuah rumah yg sangat jauh sekali rumah di dalam sebuah hutan.
Sri dan yg lain bingung tidak ada penjelasan ini sebelumnya namun, mereka sudah berjanji mau menerima pekerjaan ini.
Rumah macam apa yg di maksud pun Sri tidak mengerti ada sebuah mobil yang sudah siap mengantar mereka disana dan sopir mereka akan menjelaskan pekerjaannya.
Mobil sudah bergerak Sri, Erna dan Dini masih terlihat kaget satu sama lain tidak ada yg bicara dan masih bingung. Sri memberanikan diri bertanya kepada sopir namun sopir memberi isyarat bahwa mereka tidak boleh bicara terlebih dulu seakan-akan mereka sedang di buntuti sesuatu.
Ada kejadian menarik yg membuat Sri semakin curiga setiap persimpangan si sopir berhenti mengambil sesuatu dari belakang meletakkannya di tengah jalan,seperti bunga di dalam kotak yg terbuat dari daun pisang.
Hal itu terus menerus dilakukan sampai akhirnya mobil sudah meninggalkan kota, jauh dan perlahan mulai memasuki area huta, jam menunjukkan pukul 12 malam saat kegelapan hutan,mulai menyelimuti mereka tidak terbayangkan bahwa mereka akan tinggal di dalam hutan segelap ini.
Kiri kanan pepohonan dengan semak belukar Mobil terus berjalan sampai tiba di sebuah jalan setapak perlahan mobil melesat masuk diatas jalan setapak yg di tumbuhi rumputan liar mobil terus menerabas memaksa masuk.
Sri dan yang lain mulai merasa tidak nyaman dengan ini.
Dini : “pak, kita mau kemana, saya tidak akan di bunuh kan?”
Si sopir hanya tersenyum tetap memaksa mobil, menembus sela pepohonan seakan mencari jalan di tengah gelap hutan yg di penuhi kabut di sepanjang jalan.
Setelah jauh masuk ke dalam hutan, mobil berhenti di sebuah semak dan pohon yg tidak lagi bisa di lalui mobil ada kejadian aneh dimana ada satu pohon yg tidak terlalu besar tumbang begitu saja dan si sopir keluar dari mobil menyingkirkan pohon tumbang itu dan darisana ada jalan.
Setelah melewati jalan yg naik turun itu mereka sampai di sebuah rumah gubuk terbuat dari kayu yg di susun serampangan atapnya tidak terlalu tinggi terlihat sangat kumuh bahkan lebih kumuh dari rumah Sri darisana muncul seorang pria tua yang sepertinya sudah menunggu mereka semua.
Sri dan yg lain turun, Kemudian si sopir menjabat tangan si pria tua mencium tangannya sebelum memperkenalkan Sri dan 2 orang lainnya.
Sopir : “mulai dari sini, si bapak yg akan menjelaskan semua”
Dia tidak bicara banyak hanya mengajak Sri dan yg lain masuk ke kamar.
Disalah satu kamar itu Sri dan yg lain kaget bukan maen karena tepat di atas ranjang ada sebuah peti mati dan keranda mayat yang di dalamnya ada seorang gadis yg mungkin masih SMU masih muda dia memejamkan matannya dandi badannya dia melihat nanah busuk dan garis lebam hitam.
Hasil gambar untuk peti mati dan keranda mayat
Kakek : “Nama saya Tamin, saya mengerti pasti banyak yg ingin kalian tanyakan tentang apa yg barusaja kalian lihat disini”
Si pria tua itu membungkuk, sebelum melangkah keluar kamar
Dini : “Ada apa sih sebenarnya ini?” Tanya kepada kakek.
Saat-saat kebingungan itu Sri melangkah mundur dia tidak sanggup lagi melihat gadis itu yg entah siapa dan kenapa ada disini dia berniat mencari tahu dan bertanya langsung kepada sopir yg mengantar mereka.
Kakek : “Gik, apa gak ada yg ngasih tau mereka pekerjaan apa yg sebenarnya di janjikan disini kok tampaknya mereka terkejut sekali” Tanya Kakek kepada Sopir.
Sopir : “belum mbah, maaf”
Kakek : “loh, kamu mau langsung pulang? apa gak besok saja?
Sopir : “tidak mbah, besok saya harus mengantar ibu”
Kakek : “ya sudah, hati hati, takutnya ada itu”
Sri kebingungan apa maksud kalimat itu, apa yg mengikuti sebenarnya dan ada apa semua ini banyak pertanyaan muncul dalam kepala Sri.
Kakek : “keluar saja nak, saya tau kamu ada disitu” Kata untuk Sri
Sri melangkah keluar melihat cahaya mobil mulai menjauh pudar lalu menghilang.
Kakek : “panggil temanmu, biar mengerti, kenapa kalian ada disini”
Sri pun langsung memang0.
gil yg lain.
Mbah Tamin duduk di sebuah kursi panjang matanaya menerawang jauh di teras rumah gubuk sementara Sri dan yg lain berdiri siap dengan penjelasan tentang semua ini.
Suasana hutan kian mencekam setiap sudut pohon seakan hidup dan mengamati mereka, Sri merasa kecil di tempat ini.
Kakek : “aku masih ingat anak kecil cantik, ceria, belum punya dosa seperti baru kemarin rasanya, tapi sekarang anak kecil itu terbaring sakit, melawan kodrat nyawanya hanya karena santet dari manusia biadab!! anak kecil itu Dela, dia yg di kamar”
Sri : “SANTET?” Wajah Sri dan yg lain semakin menegang
Kakek : “iya, karena itu dia di sembunyikan disini, biar bisa bertahan sampai ketemu cara memasang santetnya” Kata Kakek
Sri : “di sembunyikan dari siapa mbah?”
Mbah Tamin menatap Sri matanya seakan tidak nyaman dengan pertanyaan itu.
Kakek : “banyak yg tidak kamu ketahui, lebih baik tidak tahu saja”
Suasana menjadi hening sesaat, Mbah Tamin mengambil sebuah kotak mengambil daun kering dari dalam kotak itu, memelintirnya dengan kertas sebelum menyesapnya kuat-kuat asap mengepul dari mulutnya.
Kakek : “sekarang waktunya saya memberitahu tugas kalian disini”
Mbah Tamin berdiri, dia seakan memberi tanda agar Sri dan yg lain mengikutinya. dia berjalan disamping sisi rumah banyak sekali potongan kayu yg di susun memang rumah ini terlihat mengerikan dengan pencahayaan yg hanya dari lampu petromax selain itu, kegelapan ada dimana-mana.
Dia berhenti tepat di belakang rumah, ada sebuah pagar bambu dimana di dalamnya ada sebuah sumur disana tempat untuk mandi dan tempat untuk mengambil air untuk kebutuhan hidup selama tinggal disini termasuk untuk basuh sudo (tubuh mati) Dela yg terbaring tak bergerak.
Hanya Sri yg berinisiatif bertanya, terutama ketika soal memandikan itu entah apa dan kenapa Sri seakan tahu cara memandikanya pasti tidak sama seperti cara memandikan orang biasa hal itu, membuat mbah Tamin tersenyum seakan mempersingkat penjelasan beliau tentang ini semua.
Kakek : “iya, cara memandikanya, memang berbeda ada tata caranya salah satunya bunga 7 rupa”
Mbah Tamin menunjuk sebuah tempat khusus dimana ada bunga dengan rupa berbeda di letakkan di atas tempeh dengan cekatan mbah Tamin mengisi baskom dengan air mencampurinya dengan bebungaan itu membawanya ke kamar tempat Dela tertidur.
Dia diminta mengikat tangan dan kaki Dela, Sri menuruti apa kata mbah Tamin. walau sebenarnya dia bingung kenapa Dela harus diikat setelah Sri menyelesaikan tugasnya, mbah Tamin baru membuka keranda bambu kuning itu, Dia mulai membasuh badan Dela, Sri ikut membantu dan disana, Sri menemukan fakta mengejutkan lain. Perut Dela membesar seperti mengandung Sri yg membasuhnya menatap mbah Tamin dengan tatapan bingung dan kaget namun mbah Tamin tampak mengerti apa yg ingin Sri tanyakan setelah selesai dengan semua itu Keranda kembali di tutup dan kain yg mengikat Dela di lepas satu persatu lalu mbah Tamin melangkah pergi.
Sri : “mbah” Kata Sri ke kakek
Kakek : “nanti saya ceritakan kalau kamu sudah siap saja, tugas kalian mengurus Dela”
Sudah 3 hari berlalu Sri, Dini dan Erna, bergantian mengurus Dela mulai memandikanya memberinya minuman gadis itu lebih seperti gadis yg tengah koma di bandingkan gadis yg di santet entah oleh siapa dan bagaimana latar ceritanya masih terlalu awam untuk tahu.
Entah sudah keberapa kali Sri mendengar Erna dan Dini berbicara tentang Dela, berbicara tentang bau busuk yg keluar dari tubuhnya sampai kalimat tidak menyenangkan lainya saat mereka tinggal di tempat ini dan betapa misteriusnya lelaki tua bernama Tamin itu tetapi Sri memilih diam
Namun, di luar semua itu sebenarnya Sri sama seperti yg lain, aroma busuk itu benar benar menganggunya selain itu hidup disini sangat berat tidak ada orang lain kiri kanan hanya pohon liar seakan mereka tinggal di dunia yg berbeda.
Suatu sore, mbah Tamin pamit dia akan pergi , Dia berpesan kepada Sri dan yg lainya untuk tetap menjalankan tugasnya dan tidak melupakan pantangan yg sudah ia ucapkan salah satunya untuk tidak lupa mengikat Dela saat membuka keranda itu.
Mbah Tamin juga berpesan untuk tidak membukakan pintu pada malam ini.
Siapapun dan bagaimanapun jangan membuka pintu ucap mbah Tamin sebelum Dia pergi, melangkah menembus pepohonan hutan.
Sri yg mendengarnya merasa merinding setiap ingat pesan orang tua itu. Hari sudah gelap, Sri menutup pintu dan jendela, lalu pergi ke kamar disana Dia melihat Dini sudah tidur di sampingnya Erna tengah meringis menahan sakit.
Sri : “kamu kenapa Er?”
Erna : “Sri, aku boleh minta tolong tidak?”
Sri : “minta tolong apa?”
Erna : “Malam ini giliranku memandikan Dela, bisa kamu gantikan. Besok ganti aku yg gantikan kamu”
Awalnya, Sri keberatan namun melihat kondisi Erna Sri pun setuju.
Setelah menerima permintaan Erna, Sri bersiap mengambil air Dia lupa bahwa air di gentong dapur sudah habis terpaksa Dia membuka pintu bersiap untuk menimba air dari sumur.
Meski awalnya ragu, Sri mematung di depan pintu lalu, perlahan membukanya, lalu keluar entah perasaan tidak enak macam apa yang Sri rasakan malam ini lebih hening dari biasanya tidak terdengar suara binatang malam, seakan membawa ketakutan Sri yg selama ini dia tahan menyeruak keluar.
Sri melangkah keluar, ia cepat2 pergi ke sumur menimbanya lalu kembali, tapi.. dari sudut mata Sri jauh di salah satu pohon besar di samping pagar bambu kamar mandi Sri melihat ada wajah yg mengamati saat Sri menatapnya wajah itu menghilang Sri terdiam cukup lama namun, Dia tetap melanjutkan tujuanya.
Dia harus cepat melakukan tugasnya, Sri segera menimba air dengan cepat tidak lupa matanya awas menatap sekeliling seakan dia sedang di kejar sesuatu, setelah semua selesai. Sri berlari dan mengunci pintu perasaan lega langsung di rasakan oleh Sri. kini, Dia melangkah menuju kamar Dela.
Sri meletakkan airnya, taburan kembang sudah dia lakukan. Kini, Sri membuka keranda Bambu kuning mulai membasuh tubuh Dela dengan handuk kecil Dia masih tertuju pada perut besarnya yang kata Erna di hamili oleh mbah Tamin.
Namun Sri tidak percaya Dia selalu menyangkal ucapan itu
Sri terus membasuhnya hingga sampai ke tanganya yg penuh luka borok disana.
Sri terdiam Dia lupa, Dia belum mengikat tangan dan kaki Erna. Saat Sri baru menyadarinya, Dela menatap Erna membuka mata, tersenyum menyeringai, melotot menatap Sri.
Dengan kaget, Sri mundur namun Dela mencekik leher Sri kuat-kuat, Dia mengangah menunjukkan gigi hitamnya yg membusuk.
Terjadi pergulatan hebat antara Sri dan Dela, Sri hanya berusaha melepaskan cekikan Dela yg kuat sekali membuatnya hampir meregang nyawa.
Dela : “siapa kamu nak? , dimana ini nak ?”
Sri masih mencoba melepaskan cengkraman kuat itu, namun Dela terus menyeringai air liurnya menetes matanya putih, Dia tersenyum.
Dela : “jawab kalau di tanya!!”
Sri : “siapa anda?” nafasnya mulai sesak.
Dela tertawa semakin keras membuat Sri menangis ketakutan Lalu, Erna masuk ke kamar karena keributan itu Dia bingung melihat Dela terbangun.
Erna : “Ada apa ini sri, kenapa Dela? kenapa Dela?”
Dela menyeringai melihat Erna sebelum akhirnya melepaskan cekikan itu, Dia melompat ke atas ranjang merangkak kemudian seakan tertawa kegirangan Dela berteriak “ternyata anak kelahiran kliwon semua”
Dela masih tertawa, Sri mundur sementara Erna masih bingung dan shock melihat wajah Dela yg semengerikan itu.
Dela : “percuma, seribu harinya anak ini akan segera habis, kalian hanya jadi tumbal untuk anak ini”
Dela tertawa terus menerus, sebelum Sri melompat dan mencengkram Dela, Dia mengguyur Dela dengan air kembang itu, Dela berteriak kesakitan.
Sri : “kamu ngapain!! ambilkan tali hitam itu” Teriak Sri pada Erna, Erna yg sempat kebingungan bergegas mengambil tali itu Sri mengikatnya tepat di lehernya.
Erna : “ada apa ini Sri?” Erna ikut menahan tubuh Dela yg meronta
Akhirnya Dela menjadi tenang dan Dia kemudian tertidur kembali, Sri baru mengikat tali itu dengan benar, Dia mengangkat Dela kembali ke ranjangnya menutupnya dengan keranda bambu kuning.
Wajah Erna dan Sri masih tidak percaya atas apa yg baru saja terjadi.
Sri tidak berkomentar,Dia sadar bahwa sekarang Dia juga ingin pulang hanya saja bila bukan karena sudah terikat dan pasti ada resiko yg sudah menunggu bila mereka pulang lantas apa yg di sembunyikan oleh si mbah.
Sri menceritakan semuanya kepada Erna, Dia lalai dalam menjalankan tugasnya, karena panik ia membasuh Dela tanpa mengikat tali di kaki dan tanganya terlebih dulu.
Namun gara-gara itu, Sri menyadari Santet macam apa yang memasukkan iblis sekuat itu hanya untuk menghabisi nyawa.
Sri jadi ingat cerita bapak, Santet bukan hal baru disini. Namun, untuk melaksanakan santet di butuhkan kebencian yg melebihi akal bila benar itu kebencian macam apa yg bisa dan setega ini dilakukan oleh orang hanya untuk mengambil nyawa dari anak yg tidak tahu apa-apa.
Namun di balik semua itu, santet ini adalah kali pertama Sri lihat seperti ada teka-teki, seakan ada yg di tutupi pasti ada jawabanya, pasti ada jalan keluarnya, namun apa Sri tidak tahu apapun dari keluarga ini dan kenapa anak ini sebegitu berharganya.
Sri : “Er jangn bilang kamu lahir di hari jumat kliwon?” Tanya Sri kepada Erna.
Erna : “kamu juga??” tanya balik erna kepada Sri.
Sri merasa ngeri sekarang dia tahu sesuatu. Namun, ada satu lagi yg harus dia cari kebenaranya. Tidak hanya Dela yang hidup di ujung maut, tapi mereka bertiga semua terjerat dalam satu garis weton yg sama.
Sejahat itu keluarga ini untuk harga nyawa mereka semua. lalu, terdengar suara orang mengetuk pintu. Dia langsung berdiri.
Kakek : “Mbah tamin pulang Sri, ayo kita tanya orang tua anj*ng itu, dia harus menjelaskan semuanya ada apa sama anak gila ini”
Erna ikut pergi.
Sri baru ingat pesan mbah Tamin, Dia langsung bergegas bersiap menghentikan Erna. Sri lari mengejar Erna untungnya, Dia masih sempat mencengkram lengan Erna, mereka terdiam di depan pintu rumah.
Suara ketukan itu, terdengar lagi, setiap ketukanya, terdiri dari 3 ketukan, semakin lama, ketukanya semakin cepat, semakin cepat, semakin cepat sampai, tidak ada ketukan lagi.
Erna dan Sri saling berpandangan bingung keheningan menenggelamkan mereka di dalam rumah itu.
Sesuatu menggebrak pintu dengan keras hingga membuat mereka tersentak. mereka hanya diam, berusaha tidak bersuara lalu dari belakang seseorang melangkah masuk.
Dini : “Kalian gak denger mbah tamin manggil, buka pintunya ! ”
Erna : “Jangan ngawur kamu !” namun Dini memaksa. Bahkan Sri yg memegang tanganya. Dini pelototi sampe akhirnya mereka mengalah.
Dini membuka pintu. disana ada mbah Tamin berdiri, Dia hanya diam menatap mereka semua sebelum melangkah masuk ke rumah.
Dunia4d Togel Singapore Anehnya malam itu, wajah mbah Tamin tampak merah padam, Dia tidak berbicara kepada mereka, tidak membahas kenapa pintunya tidak langsung di buka padahal Dia sudah memanggil-manggil daritadi. Namun, Sri merasa mbah Tamin tahu bahwa Dia baru saja lalai terhadap Dela.
Sri dan yg lain mengikuti mbah Tamin, beliau masuk ke dalam kamar Dela lalu perlahan Dia membuka keranda bambu kuning, Dia membukanya kali ini tanpa mengikat Dela terlebih dahulu, seakan ingin mengulang kesalahan Sri. Hanya Sri dan Erna, yg memandang hal itu dengan ngeri.
Sri mendekat perlahan, seakan ingin melihat lebih dekat apa yg orang tua itu lakukan. Lalu tiba-tiba, mata Dela terbuka Dia melihat mbah Tamin menatapnya cukup lama sebelum menangis meraung layaknya gadis kecil.
Dela : “sakit ki, sakit sekali” Ucap dela kepada kakek.
Dela hanya menangis.
mbah Tamin hanya bisa membelai rambut Dela, berusaha menenangkanya, pemandangan itu seperti melihat seorang ayah dan anak yg saling mengasihi. Namun, Sri masih belum mengerti kenapa, seakan Dela yang ini berbeda dengan Dela yg Sri dan Erna temui tadi.
Kakek : “Sabar ya nak, sebentar lagi adalah puncak rasa sakitmu”
Lalu, Dela melirik Sri dan yg lain yg hanya diam mematung tatapanya, seakan mengucapkan “terimakasih sudah mau merawat saya”
Mbah Tamin lalu mengikat tangan dan tali Dela, tergambar wajah sedih disana, Dia masuk ke dapur mengambil sebuah kain putih besar saat mbah Tamin kembali ke kamar Dela, Dela menangis semakin keras, Dia berulang kali mengatakan “jangan ki , jangan kembalikan saya kesana”
Namun, mbah Tamin tetap meletakkan kain putih itu, menutupi sekujur tubuh Dela yg meronta-ronta, Terakhir mbah Tamin membakar kemenyan sebelum memegang kepala Dela dan terdengar suara raungan yg mengguncangkan seisi rumah itu.
Sri dan Erna sampai beringsut mundur, sosok didalam kain itu terus meraung layaknya iblis yg Sri saksikan tadi. kali ini, Dini tampak terguncang, bingung, ada apa sebenarnya disini.
Terdengar suara marah dari dalam kain. ia adalah wujud tadi yg Sri saksikan “manusia berengsek”
Mbah Tamin terus menekan kepalanya, membuat suara itu semakin menjerit marah, setelah kurang lebih 5 menit mbah Tamin melakukan itu. perlahan, sosok itu mulai tertidur dan mbah Tamin membuka kain itu Dia melihat Dela memejamkan matanya.
Kakek : “kalian ikut saya” Memanggil Sri, Erna. Namun Dini, tetap di kamar hanya dia yang belum mengerti apa yg terjadi disini.
Mbah Tamin duduk di teras rumah kegelapan hutan benar-benar mencekam kala itu, Sri dan Erna berdiri menunggu.
Kakek : “kalian bisa melihatnya?”
Sri : “apa ya mbah?”
Kakek : “kesini”
Mbah Tamin menempelkan jemarinya menekan mata Sri sengatan ketika mbah Tamin menekan mata Sri membuat-
pengelihatanya memudar perlahan setelan mencoba memfokuskan matanya Sri melihat lagi apa yg di tunjuk mbah Tamin.
Bagai petir di siang bolong. Sri melihat banyak sekali makhluk yg tidak bisa dia gambarkan kengerianya mungkin ada ratusan atau ribuan seakan mengepung rumah butuh waktu lama sampai Sri akhirnya tidak sanggup lagi melihatnya sehingga mbah Tamin menutup kembali pengelihatan itu.
Kakek : “raga yang di buat mati adalah sebuah undangan bagi makhluk seperti mereka , kamu lupa dengan perintahku, itu sangat berbahaya, bisa membunuh Dela, jangan ulangi ya?”
Erna : “Mbah tolong kasih tahu, apa yg terjadi sama Dela, kok bisa bisanya, dia mau bunuh saya dan Sri”
Kakek : “berarti kamu sudah lihat , itu adalah Cayajati yang ingin membunuh Dela tapi tidak bisa karena dia butuh Singgarahane, seperti sepasang suami isteri santet seribu hari hanya di miliki oleh orang yang siap menanggung dosa dan siap mati bersama
Sri dan Erna masih terlihat bingung, ia tidak mengerti”
Mbah Tamin menerawang jauh menatap sisi hutan tergelap yang Sri saksikan dengan mata kepala sendiri mereka tidak sendirian di hutan ini.
Kakek : “terlalu awal untuk mengerti ini , intinya ilmu santet seribu hari adalah pembuka ritual untuk menghabisi satu garis keluarga sampai habis keseluruhanya”
Setelah percakapan itu, mbah Tamin melangkah masuk ke dalam kamar mengunci pintunya membiarkan semua kejadian itu meluap begitu saja.
Pagi itu sekitar pondok kabut tebal menutupi seluk beluk hutan membuat pandangan mata terbatas sejak fajar menyingsing Sri dan Dini sudah ada di sumur mencuci pakaian untuk keseharian mereka sedangkan Erna tengah membasuh Dela didalam kamar.
Sampai, terdengar langkah kaki
Sri yg pertama mendengarnya.
Dia berdiri untuk melihat dari jauh sosok hitam muncul dari balik kabut perawakanya familiar. denah pondok rumah memang sederhana dari teras maupun kamar mandi bisa melihat keseluruhan area sekitar sehingga sosok mendekat itu terlihat jelas. semakin dekat sosok itu Sri semakin yakin dan benar saja, dia mematung sesaat sebelum Dini ikut berdiri dan melihat apa yg membuat Sri tampak tercekat dalam ekspresi wajahnya manakala dia melihat mbah Tamin mendekat ke arah mereka dengan wajah yg letih.
Ketika mbah Tamin berdiri di depan Sri dia seraya bertanya apakah petuah beliau sudah di jalankan.
Sri hanya diam, bibirnya gemetar, Dini lah yg berinisiatif mengambil situasi dia berucap lirih.
Dini : “mbah, bukanya semalam, anda pulang?”
Mbah Tamin yg mendengar itu tiba-tiba mengejang otot wajahnya mengeras lantas memandang Sri dengan ekspresi tidak percaya ada kemarahan dalam tatapanya.
Kakek : “bukanya, kamu sudah tak kasih tau, jangan BUKA PINTUNYA????”
Terjadi ketegangan dalam situasi itu sampai tiba tiba mbah Tamin mencengkram leher Sri, Dini yg melihat itu panik.
Kakek : “SIAPA YG KAMU IJINKAN MASUK, DIMANA SEKARANG DIA BERADA????” Sambil Mencekik.
Dini mencoba menahan tangan mbah Tamin.
Sri hanya membuang muka dia sudah gemetar ketakutan.
Dini : “di kamar anda mbah, dia masuk kesitu” ucap Dini.
Mbah Tamin melirik Dini dengan wajah marah.
Mbah Tamin bergegas masuk ke rumah, berlari seakan ingin melihatnya.
Sri dan Dini ikut mengejar bahkan mereka sempat melihat Erna yg terdiam mematung seakan kaget melihat mbah Tamin muncul dari luar rumah padahal dia tahu betul si mbah belum keluar dari kamarnya sejak semalam masuk kesana.
Ketika, mereka sampai disana, mereka melihat seseorang mengobrak abrik kamar mbah Tamin semua barang mbah Tamin berantakan namun yang membuat semua orang tercengang adalah di atas ranjang tempat tidur beliau ada nisan dari kayu yang tertulis nama “Atmojo”. Nama keluarga tempat mereka mengabdikan diri Krasa Atmojo.
Kakek : “apa yg dia lakukan saat ada disini semalam”
Mbah Tamin melihat anak gadis itu ( Dela ) masih terlelap dalam tidurnya dia membelainya layaknya anak gadisnya sendiri sama seperti sosok yg mereka lihat semalam.
Siapa sosok itu sebenarnya Sri berpikir seakan ingin mencari tahu jawaban itu.
Setelah hari itu mbah Tamin mengatakan dia akan lebih sering keluar rumah pesanya sama seperti dulu jangan bukakan pintu manakala hari sudah petang.
Sri, Erna dan Dini mengangguk pertanda mengerti namun perlahan semua mulai memikirkan itu kemana si mbah sebenarnya.
Sri, Erna dan Dini masih melakukan tugas mereka secara bergantian sama seperti biasanya.
Sampai suatu pagi si mbah belum juga pulang. ini aneh Dini dan Erna ada di sumur mereka sedang mencuci pakaian mereka saat itu, Sri baru saja melaksanakan tugasnya membasuh Dela.
Tidak ada yg berubah dari gadis itu sebenarnya bila saja Dela tidak di jahati seperti ini dia melihat sosok gadis muda yg cantik jelita tidak hanya itu perawakanya memang layak menjadi dambaan bagi pria manapun namun nasib seperti mempermainkanya Sri merasa bersimpati.
Manakala dia selesai melaksanakan tugasnya, tiba-tiba terpecik pikiran penasaran selama ini bila di pikir-pikir ia belum pernah masuk ke kamar mbah Tamin hanya melihatnya dari luar kira-kira apa yg orang tua itu simpan di dalam kamarnya.
Setelah melihat dan memastikan tidak ada orang disana dia membuka pintu itu yang memang tidak di kunci. Sri melangkah masuk melihat kamar mbah Tamin tidak ada yg istimewa selain benda yg sama yg dia temui di dalam kamarnya lalu mata Sri tertuju pada sebuah almari tua.
Dia menemukan pakaian mbah Tamin tidak ada apapun disana bahkan di antara selipan almari dari atas hingga bawah. lalu, mata Sri tertuju pada sebuah meja yg sudah usang disana ada sebuah laci kecil dengan jantung berdegap kencang, Sri membukanya kemudian melihat isinya. disana dia menemukan boneka isi rumput teki bentuknya sudah sangat berantakan akibat di cabik dan di tusuk masalahnya, Sri tahu benda apa itu, itu adalah benda yg sering di gunakan untuk media santet apa yg sebenarnya orang tua itu lakukan.
Tidak hanya itu saja ada beberapa benda lain sebuah cincin akik dengan batu merah dan terakhir sebuah foto yg usang dibelakangnya tertulis “keluarga Atmojo” ketika Sri memperhatikan foto itu, dia memekik ngeri ada mbah Krasa dan seluruh keluarganya yg pernah dia lihat.
Kaget, takut, dan merinding itu yg Sri rasakan cepat-cepat dia mengembalikan semuanya menutup laci itu lagi kemudian melangkah keluar saat Sri membuka pintu dia tersentak melihat Erna dan Dini menatapnya kaget.
Erna : “ngapain kamu Sri?”
Sri : “semalam si mbah nyuruh saya bersiin kamarnya”
Meski curiga Erna dan Dini menerima alasan Sri, Dia melewatinya begitu saja namun perasaan Sri pagi itu sudah porak poranda dengan pemikiran-pemikiran gilanya.
Sejak hari itu, setiap kali berpapasan dengan si mbah Sri seperti terguncang dia tidak bisa menutupi ketakutanya namun dari cara melihat si mbah tampaknya beliau tau sesuatu dan itu membuat Sri tidak tenang.
Dia seringkali merasa mbah Tamin memperhatikan gerak geriknya.
Tapi malam itu, Sugik sopir yg mengantar mereka datang dia berbicara empat mata dengan mbah Tamin seakan ada sesuatu yg mendesak wajah mbah Tamin tampak mengeras Sri begitu penasaran namun kali ini dia menahan diri.
Sampai akhirnya pembicaraan itu selesai si mbah mendekat.
Kakek : “saya akan pergi sama Sugik ke kediaman Krasa, tolong jaga tempat ini ingat ucapanku , lusa mungkin saya baru pulang”
Sri mengangguk, lalu memanggil yg lainya mereka semua menatap satu sama lain, ada keraguan di mata mereka bila mengingat kejadian sebelumnya namun tidak ada yg memprotes ucapan si mbah karena takut beliau akan marah lagi seperti sebelumnya.
Malam itu, ketika mbah Tamin sudah pergi Sri merasa dia harus memeriksa kamar beliau lagi, dia tahu masih ada yg harus dia cari tahu termasuk teka teki apa yg sebenarnya terjadi mungkinkah keluarga Krasa tidak tahu menahu perbuatan orang tua ini Sri menunggu waktu yg tepat.
Sri menunggu Erna dan Dini terlelap, maka manakala dia sudah yakin 2 temanya sudah tertidur. Sri melangkah keluar dari ranjangnya dia melangkah menuju kamar mbah Tamin yg hanya terpisah sekat antara kamar Dela yg memang tanpa pintu itu.
Sejenak Sri menguatkan diri lalu masuk
Dia membuka pintu membiarkanya tetap terbuka sementara dia mulai mencari dimana dia terakhir kali memeriksa benda keramat itu anehnya dia tidak menemukanya.
Di cari dimanapun Sri tidak menemukanya apakah si mbah membawanya Sri terdiam berpikir sampai sesuatu melintas.
Sesuatu seperti baru saja melintas di belakangnya melewati kamar mbah Tamin, Sri melangkah memastikanya dia tidak tahu menahu apa itu tiba-tiba mata Sri tertuju pada isi dari ranjang mbah Tamin dia menduga benda itu ada disana maka, Sri mulai perlahan membukanya.
Sri membuka semuanya namun, dia tidak menemukan benda itu juga disana manakala Sri masih berusaha mencari terdengar suara pintu di tutup dari belakang Sri terhenyak sejenak sebelum berbalik melihatnya.
Sri terdiam, melihat Dela menatapnya dengan senyuman menyeringai.
Dela : “masih anak kecil berani sekali cari masalah”
Sri : “kok bisa”
Dela : “coba pikirkan nak, kenapa orang tua itu membuka keranda ini, lalu tidak mengikatku dengan benar, rupanya untuk kamu ya, manusia itu terkadang lucu ya”
Sri terdiam, dia tiba-tiba berpikir apa mbah Tamin sengaja membuka keranda itu sial harusnya Sri berpikir bahwa kepergian beliau bukankah sesuatu yg aneh, namun untuk apa dia melepaskan makhluk ini.
Dela merangkak, dia mendekati Sri yg sudah meringkuk namun aneh si Dela hanya melihat wajah Sri sembari tetap tersenyum.
Dela : “kamu tidak akan mati nak, caranya membuatku malas mengambil nyawamu , saya kasih sesuatu bila kamu ingin tahu sesuatu, ada apa disini.”
Sri masih diam, dia tidak dapat berbicara banyak, ketakutan sudah memenuhi seluruh badanya.
Dela : “ada sebuah pohon beringin di timur tempat ini, cari sebuah batu tertata lalu buka isinya”
Dela berdiri membuka pintu, lalu menutupnya lagi Sri yg masih terjebak dalam ketakutanya, perlahan berdiri melihat Dela yg kembali tidur tidak lupa dia menutup kerandanya lalu ke kamar.
Pagi itu seperti biasanya, Dini dan Erna sudah sibuk dengan kegiatanya sendiri sementara Sri, dia pamit untuk menghabiskan waktu di kamar Sri mengaku badanya tidak enak namun yg sebenarnya terjadi, Sri melangkah pergi menuju tempat yg dia dengar dari sosok yg dia temui semalam.
Menelusuri jalan dengan kabut masih tebal, kiri kanan pohon tumbuh tinggi dengan semak belukar di setiap sisinya setiap langkah kaki Sri terdengar gemerasak dedaunan yg berserakan dengan aroma tanah yg masih tercium sengak Sri terus berjalan ke timur sampai melihat pohon itu.
Dari jauh pohon itu tumbuh sendiri di antara semak belukar disekitarnya, ada tanah lapang yg terbuka seakan pohon itu dibiarkan menyendiri begitu kelam begitu menenggelamkan anehnya Sri justru mendekatinya seakan hatinya menuntun memanggil namanya.
Meski cahaya matahari sudah terang benderang, namun di bawah pohon ini seakan cahaya itu tidak bisa menyentuhnya kehitaman dari rimbunya dedaunan pohon beringin ini menciutkan nyali sesiapapun yg ada di sekelilingnya.
Sri menelusuri pohon besar itu, sampai dia menemukanya.
Sri menemukan sebuah kuburan, dengan batu nisan bertuliskan sebuah nama yg familiar “Dela Atmojo”
Butuh waktu untuk memproses informasi itu namun, Sri mencoba menolak pikiran itu, “Dela sudah meninggal kah” batin Sri terguncang, dia kini tersesat dalam bola pikiranya sendiri.
Entah apa yg Sri pikirkan, dia langsung menggali tanah keras itu dengan jemarinya, manakala tanah itu mulai menyakiti jari jemarinya Sri mencari bebatuan untuk terus membongkar kuburan itu dia merasa ada yg salah dengan kuburan ini termasuk ukuranya yg tidak terlalu besar.
Benar, apa yg Sri lakukan tidak sia-sia dia menemukan sebuah kotak kayu yg terbuat dari jati, Sri mengeluarkanya darisana membongkar penutup kotaknya disana, dia menemukan sebuah boneka pasak Jagor seperti yg pernah Sri lihat hanya saja, boneka yg ini dililit rambut hitam.
Sri memeriksanya rambut hitam itu panjang melilit boneka tepat ketika akan membukanya tiba-tiba, terdengar suara tertawa cekikikan yg membuat Sri terdiam sejenak memperhatikan sekitar tidak ada siapapun disana. detik itu juga, Sri meninggalkan tempat itu membawa benda itu
Dia menyembunyikan benda itu di almarinya, lalu melanjutkan tugasnya hari itu.
Erna dan Dini tidak ada yg curiga, karena dia melihat Sri keluar dari kamar, mereka membersihkan sekitaran rumah menyelesaikan tugas mereka sebelum malam datang.
Malam sudah datang, Sri ada di dapur dia baru saja melihat Dini mengambil air malam ini tugasnya membasuh Dela di kamar, sedangkan Sri memasak untuk esok hari.
Erna ada di dalam kamar sendirian, ketika tugas Sri selesai dia berniat pergi ke kamar firastnya tiba2 memburuk.
saat ia menuju ke kamar Sri berhenti sejenak, melihat Dini yg membilas Dela, dia melihatnya membilas tubuh anak malang itu dengan telaten.
Kemudian, dia lanjut ke kamarnya disana Sri tercekat melihat Erna memegang boneka itu, tanganya tengah melepas rambut hitam itu.
Saat Erna sudah melepaskan rambut yg melilit boneka, tiba tiba terdengar suara Dini berteriak yg spontan mengejutkan Sri dan Erna, mereka segera melihat apa yg terjadi.
Belum sampai ke kamar Dela, tiba tiba sesosok merangkak keluar menatap Sri dengan senyuman menyeringai.
Sosok Dela melihat mereka sejenak sebelum memuntahkan sesuatu di depan Sri dan Erna.
“telinga yg terpotong” kata Sri tidak percaya dia melihat Dini menangis di kamar memegang salah satu daun telinganya sosok Dela kemudian pergi keluar.
Sebelum Dela pergi keluar rumah, Sri sepintas melihat di salah satu kaki Dela masih ada satu ikatan tali hitam apa yg membuat Dela bisa lepas dari ikatan itu.
Dini masih menangis sementara Erna cuma bisa diam tidak mengerti kini, mereka menatap hutan gelap itu darisana.
Mereka harus bertanggung jawab mencari Dela di tengah hutan ini atau orang tua itu akan membunuh mereka bertiga saat ia kembali esok hari.
Sri melangkah masuk ke dalam kamar dimana, dia melihat Dini masih menangis menutupi salah satu daun telinganya, dia hanya terduduk.
Sri : “Din..”
Telinga Dini, benar-benar tampak robek dengan darah segar masih mengalir, Dini kehilangan satu daun telinganya.
Ketegangan semakin membuncah, manakala Dini tiba-tiba berujar sebuah kalimat ” sisa waktu seribu hari anak ini hanya tinggal menunggu bara api padam/ kiasan hitungan jawa : waktu ”
Sri : “ayo kita cari anak itu, mumpung belum jauh” kata kepada Erna
Erna : “apa?? cari anak itu?? malam petang seperti ini???? gila ya kamu”
Sri : “kamu itu masih belum paham posisi kita ya, gimana kalau orang itu tahu”
Sebelum Erna menjawab pertanyaan itu dia membanting boneka itu, kemudian bertanya dengan nada keras
Erna : “LALU INI PUNYA SIAPA, SIAPA YG PUNYA??? INI PUNYAMU KAN???”
Sri terdiam, dia tidak bisa menjawab pertanyaan Erna, dia tidak tahu menahu dan bila memang karena benda itu semua ini terjadi artinya memang dia lah penyebab semua ini.
Sri : “tolong jaga Dini, biar aku yg cari anak itu”
Sri mengambil satu lampu petromax yg tergantung dapur lantas ikut keluar menembus kegelapan hutan yg sudah memanggil sedari tadi.
Baru saja keluar, Sri bisa merasakan hembusan angin dingin yg langsung menusuk tulang berbekal lampu petromax di tangan Sri berlari entah kemana mengikuti jalan setapak berharap dia masih bisa mengejar Dela yg bisa dimana saja dia tidak tahu seluk beluk hutan ini.
Sejauh mata memandang hanya bayangan pohon dan kabut tebal yang Sri seringkali temui sisanya hanya suara gemeresak kakinya menembus semak belukar yg terkadang menggores kulitnya.
Selain itu, hembusan nafas Sri lebih berat, karena ketakutan sudah menemaninya semenjak keluar.
Sudah tidak terhitung lagi berapa banyak dia melintasi pohon besar mata Sri melihat sekeliling sementara tangan dan kakinya meraba apapun yg bisa dia pegang hanya agar dia tidak terjerembab pada tanah yg tidak rata namun, Sri masih belum menemukan tanda keberadaan Dela.
Bagai mencari jarum dalam tumpukan jerami, mencari Dela di tengah kegelapan hutan seperti ini, berjalan dari satu tempat ke tempat lain rasanya mustahil, mustahil dia bisa menyisir keseluruhan hutan sampai Sri merasa dia tahu dimana keberadaan gadis itu, semoga itu benar
Sri bisa melihat tempat itu bahkan dari jauh.
Bayangan hitam besar rimbun itu, seakan tidak kehilangan kengerianya sedikitpun meski kaki Sri letih menempuh jarak sejauh itu, dia mendekati pohon beringin itu, tempat dimana ia menemukan boneka itu.
Terdengar suara langkah kaki Sri yang menembus semak kini, dia berdiri tepat di bawah pohon itu melihat Dela yg seperti sudah menunggunya dia hanya duduk menggoyangkan kakinya seakan tahu Sri akan menemukanya.
Gerak tubuh Dela, membuat Sri tidak nyaman terkadang dia menggedek kepalanya seakan tulang lehernya tidak dapat menyangga isi kepalanya.
Dela : “orang tua itu rupanya tidak bodoh ya, percuma saja ternyata, aku tetap tidak dapat keluar dari hutan ini”
Sri hanya diam, Dia juga bingung harus melakukan apa.
Dela : “sudah dekat waktunya, sebentar lagi” kalimat terakhir Dela seperti memberi isyarat tentang sesuatu
Dela : “masih belum ngerti, rambut yg di lepas temanmu kamu pikir apa”
Sri : “rambut Dela” Sri menjawab.
Dela : “kamu pikir saya sengaja menipumu kan, masih belum mengerti juga.”
Sri : “Erna”
Dela tertawa, dia tidak pernah melihat suara tertawa semengerikan itu. Sri kmbali ke rumah tanpa Dela, langkah kakinya berat memikirkan kemungkinan yang Sri pikirkan dari tadi dan saat dia masuk ke rumah dia bisa melihat genangan darah.
Sri mengikuti jejak darah itu, yang berakhir di kamar mereka disana, dia melihat Dini menutupi wajah Erna dengan kain.
Dini : “Erna meninggal Sri, dia muntah darah”
Sri bisa melihat wajah Erna hidung dan bibirnya bersimbah darah sama seperti patung yang Erna banting dimana di bagian kepala si patung. hancur, sekarang ia tahu penyebab sebenarnya santet ini.
Sri akhirnya menjelaskan semua kepada Dini, apa yg terjadi kepada Erna, apa yg terjadi kepada Dela, apa yang di sembunyikan orang tua itu, apa yg tidak dikatakan tentang pekerjaan ini.
Semuanya, berujung pada pemindahan santet saja. karena mereka yg memiliki garis weton sama
Sri mengambil boneka itu menunjukkanya kepada Dini.
Sri : “Boneka ini media untuk mencelakai Dela di ikat rambut Dela sejak awal siapa yg berani membukanya harus siap menerima konsekuensi santetnya si Dela, masalahnya bila orang biasa yg melakukanya hanya mendatangkan kematian belaka”
Sri : “Beda lagi bila yg membuka boneka ini satu garis weton dengan Dela, ya itu kita bisa membunuh bisa meringankan beban untuk Dela, aku yakin bonekanya gak hanya satu bisa tiga sampai sepuluh aku tidak tahu. tapi, Erna sudah menjadi korban salah satu bonekanya tinggal kita”.
Sri : “Bodohnya aku, aku tidak mengerti kalau akhirnya Erna malah membanting bonekanya, yang sudah jadi pengganti penerimaan Santet itu jadi bila boneka itu ikut rusak dia juga akan menuntut balas akibat perbuatanya.
Dini yang mendengar itu hanya diam, wajahnya kebingungan.
Malam itu, mereka lalui dengan akhir yang tragis itu.
Keesokan harinya mobil Sugik datang, Sri dan Dini sudah menunggu mereka mbah Tamin yg pertama keluar di ikuti Sugik si sopir dia menggendong Dela di punggungnya dan tampaknya mbah Tamin dan Sugik sudah tahu semuanya. yang tidak di ketahui mereka adalah Erna meninggal.
Melihat hal itu wajah mbah Tamin merah padam, dia tidak berbicara banyak hanya mengatakan mereka harus membawa Erna pulang kematian Erna di luar perkiraan mbah Tamin.
Namun, ketika Sri ingin bertanya lebih jauh tentang ini.
Kakek : “Tutup saja mulutmu dasar bayi tidak tahu apa-apa seenaknya sendiri ambil resiko”
Sri keluar dari hutan itu. tidak ada percakapan apapun selama di mobil mereka menuju kediamanya mbah Krasa.
Sri dan Dini duduk di luar rumah di dalam dia bisa melihat mbah Krasa tampak berbicara serius dengan mbah Tamin entah apa yg mereka bicarakan namun Sri tidak tahu lagi harus apa, dia hanya ingin pamit saja namun, siapkah dia dengan konsekuensi bila dia memilih pamit.
Seperti halnya dirinya, Dini pun sama bila pekerjaan dengan gaji besar itu memiliki resiko di luar nalar seperti ini tidak akan ada orang waras yg mau menerimanya.
Setelah menunggu lama, Sri dan Dini di panggil untuk menghadap mbah Krasa.
Sri dan Dini melangkah masuk, dia di persilahkan duduk memandang wanita yang selalu saja membuat Sri merasa segan setiap melihat matanya.
Krasa : “saya ikut sedih mendengar nasib temanmu, tapi, saya sudah menjamin keluarganya akan dapat semua kewajiban yg memang pantasi dia dapatkan, sekarang, katakan, apa yg ingin kamu bicarakan sama saya”
Sri : “saya mau mundur”
Mbah Krasa memandang Sri, cukup lama ada jeda keheningan diantara mereka.
Suasana itu sama sekali tidak mengenakan bagi Sri dan Dini, sebelum mbah Krasa tersenyum.
Krasa : “bisa , tapi aku tidak mau menjamin nyawamu ya”
Sri dan Dini melihat satu sama lain, mereka tidak mengatakan apapun lagi.
Krasa : “mundur?” Tanya Krasa kepada mereka
Krasa : “aslinya tidak perlu ada korban kalau kalian mengikuti apa yg si mbah katakan cuma butuh nurut saja. apa susahnya dengerin orang tua”
mbah Tamin, menatap Sri
Sri menyimpan sesuatu yg selama ini dia tahu, bahwa dalang di balik semua ini adalah si mbah Tamin sendiri. namun, Sri masih merasa dia tidak memiliki bukti apapun. mata mbah Tamin seperti mengawasinya, tidak memberinya ruang leluasa untuk bicara dengan mbah Krasa secara pribadi.
Namun entah, bagaimana sekelebat pikiran itu muncul Sri lantas mengatakan apa yg dia temukan di kamar mbah Tamin bahkan, Sri menunjukkan boneka yang dia temukan di bawah pohon beringin, sebuah pesan dari cucunya Dela Atmojo.
Mendengar itu, mbah Krasa mengerutkan kening. dia diam. mbah Krasa memandang mbah Tamin yg sedari diam sembari berdiri. lalu, dia tertawa cukup membuat Dini dan Sri tersentak, seakan ucapan Sri hanya omong kosong.
Krasa : “kamu belum cerita ke anak-anak ini apa yg sebenarnya terjadi?” Tanya Krasa kepada Kakek.
Mbah Tamin mengambil sesuatu di sakunya boneka yang sama termasuk foto keluarga Atmojo Sri terlihat bingung, apa yg terjadi sebenarnya.
Kakek : “Saya ceritakan semuanya. dengarkan ! tapi, bila aku sudah cerita apa yg akan terjadi sama kalian tidak akan bisa di cabut dan kalian harus nurut ya , nurut sampai Dela bisa selamat atau nyawa kalian-kalian tidak akan selamat sama seperti Dela”
Kakek : “Santet seribu hari itu namanya santet yg bisa membunuh garis keluarga besar melalui sukma anak terakhir/ keturunan terakhir keluarga Atmojo sebenarnya sudah memiliki musuh dimana-mana, jadi asal mula semuanya berasal dari sini saya sudah lengah mengawasi keluarga ini saya-
tidak pernah menduga sebelumnya bila Dela akan menjadi korban Santet model seperti ini, dikarenakan, Santet ini adalah santet untuk para pendosa yg juga akan menghabisi keluarga yg mengirim santet ini”
Suara mbah Tamin terdengar keras, menahan dendam kesumat atas insiden ini.
Kakek : “Media yg di gunakan santet ini bermacam macam, salah satunya melalui boneka yg diisi rambut keluarga yang ingin di habisi nasib Dela sekarang ada di boneka ini sekarang , masalahnya saya tidak tahu dimana saja boneka itu di tanam, dan ada berapa saya tidak tahu, boneka yang kamu temukan adalah salah satu dari boneka yg saya temukan di rumah ini, saya sengaja menanam boneka itu disana, biar nanti saat waktunya tepat bisa di gunakan untuk meringankan beban sakit Dela ingat waktu saya mengingatkan kamu jangan membuka pintu tapi kamu tidak mendengarkan ! sebenarnya, keluarga yang mengirim santet ini masih mencari dimana keberadaan Dela, itulah alasan kenapa saya menyembunyikanya disana karena tempat itu terlalu ramai untuk mencari keberadaan Dela. karena, Dela tidak akan bisa meninggal bila sang Banarogo belum bertemu dengan Sengarturih, Dela belum bisa mati secara otomatis santet ini belum akan menghabisi keluarga Atmojo”
Sri : “siapa sengarturih itu?”
Kakek : “yang sekarang bisa bangun sewaktu-waktu, bila Dela tidak di ikat tali hitam itu”
Sri : “jadi?”
Kakek : “tinggal menunggu waktu, datangnya Banarogo buat mencari isterinya Sengarturih yg ada di tubuh Dela saat ini, bila dia sudah menemukanya keluarga Atmojo, sudah tamat!!”
Bagi Sri, apa yang baru saja di ucapkan oleh mbah Tamin persis seperti dongeng untuk anak kecil yg serba ingin tahu sebuah kenyataan dari dunia yg tidak dapat dia lihat, rasa seperti kenapa ada hal-hal yg tidak masuk akal seperti ini namun, presepsi itu harus dia pertimbangkan lagi.
Terutama, saat Sri melihat wajah Dini, dia menampilkan ekspresi ketakutan yang tidak pernah dia saksikan sebelumnya ibu dari 2 anak.
Satu-satunya yang Sri tuakan, meski usia mereka hanya terpaut 2 tahun, Dini memilih menikah muda hal itu, yg membawanya ke tempat ini.
ke tempat dimana dia harus meninggalkan 2 anaknya, membantu sang suami guna menutup kebutuhan dari buah kecil cinta mereka.
Dini lebih memilih diam sembari menutup luka di daun telinganya yg harus dia relakan di bibir Dela, atau mungkin Senggarturih.
Setelah penjelasan mbah Tamin yang dirasa Sri bahwa ada beberapa kecil bagian yang seakan tidak di ceritakan, membuat Sri merasa orang tua ini memiliki tujuan tersendiri tidak dapat ditebak, tidak dapat diterka. namun, sorot matanya, seakan memberitahu, ada rahasia yg dia tutupi.
Krasa : “sudah selesaikan penjelasanya nak, kalau sudah ibu mau pamit nanti, biar Sugik yg mengantar kamu ke tempat dimana Dela berada”
Mbah Krasa pergi,
Mbah Tamin pun ikut undur diri, dia mengatakan bahwa setelah ini apa yg mereka alami di rumah gubuk itu masih belum ada apa-apanya dengan apa yg akan mereka saksikan dengan mata kepala sendiri, ada kilatan mata dengan sudut bibir melengkung mbah Tamin punya rencana lain.
Sugik belum kembali kabarnya dia akan menjemput sore hari, Sri masih belum tahu dimana Dela sekarang berada, yg jelas Alas itu bukan tempat dimana Dela di sembunyikan lagi entah tempat seperti apalagi Sri merasa dia sedang di persiapkan untuk sesuatu, sesuatu yg lebih besar.
Ketika Sri sedang mempersiapkan perbekalan yg akan dia bawa Sri melihat Dini berdiri di luar pintu kamar tempat dia beristirahat sebentar sebelum perjalanan berikutnya, entah apa yg dilakukan Dini membuat Sri akhirnya mendekatinya mempertanyakan apakah ada yg ingin dia sampaikan wajah Dini pun tidak tertebak sama sekali namun, setelah dirasa dia cukup menahan diri Dini berujar dengan suara gemetar.
Dini : “Satu dari kita yang akan tetap bertahan hidup sampai semua ini selesai, saya minta maaf, saya akan melakukan apapun untuk tetap bertahan hidup” ucapan Dini.
Dini : “sebelum telingaku putus, Dela membisikkan sesuatu kepadaku, satu dari kita yg akan selamat untuk berbagi sari bunga dari sisa Santet ini”
Tiba tiba sebuah mobil hitam yg Sri kenal baru saja masuk ke kediaman Atomojo, Sugik melangkah keluar Sri dan Dini pun melangkah masuk setelah berpamitan dengan mbah Krasa, Sugik pun mengantar Sri dan Dini menuju tempat dimana Dela sekarang berada.
Dini : “aku ikut berduka ya Sri, mbak Din” kata Sugik
Benar dugaan Sri sebelumnya, jalan yg mereka tempuh bukan jalan menuju alas itu melainkan jalan menuju ke luar kota menuju sebuah desa karena ketika mobil masuk ke sebuah gapura suasana sepi dari kehidupan Desa ketika malam langsung menyambut mereka.
Banyak rumah yg masih menggunakan gedek (bambu anyam) di samping kiri kanan setiap jengkal rumah saling berjauhan dari dalam mobil Sri hanya bisa mengamati bahwa tempat ini tidak berbeda jauh dari nuansa ketika mereka tinggal di hutan masalahnya, Sri belum melihat satu manusia pun disini seakan ini adalah sebuah Desa mati.
Mobil masuk ke sebuah gang dengan pemandangan yg sama batu kerikil keras di sepanjang jalan menambah kesan bahwa Desa ini pasti desa pinggiran jauh darimana-mana dan ketika mobil berhenti saat itulah Sri melihatnya mbah Tamin tengah berdiri di sebuah rumah menyerupai gaya bangunan pondok dengan atap melebar rumah dengan kayu jati menjadi corak bahan utama seakan memberitahu Sri ini adalah tempat yg dia janjikan.
Mbah Tamin berdiri di teras rumah disampingnya bersama Dela.
Hal yg membuat Sri dan Dini tidak bisa berhenti melihat hal itu mereka seakan ngeri dengan pemandangan itu Dela berdiri persis disamping mbah Tamin senyumanya menjadi pembuka dari sambutan yg tidak pernah Sri bayangkan.
Sugik melangkah keluar membuka pintu mobil, Sri dan Dini, ikut keluar meski dengan langkah ragu mereka mendekati mbah Tamin dan Dela, yg sejak tadi menatap kedatangan mereka.
Dela :” Mbak Sri ya , terimakasih sudah mau menerima pekerjaan ini” Kata Dela kepada Sri.
Sri hanya menyambut tangan Dela, dia masih bisa melihat luka borok dan perut buncitnya tidak ada yg berubah dari penampilan fisiknya yg membuat siapapun tidak akan sanggup melihatnya.
Setelah melihat Sri dengan tatapan sumringahnya, Dela beralih pada Dini, dia melakukan hal yg sama, Sri hanya bingung, dia tidak pernah melihat ini sebelumnya apa yg membuat Dela yang ini sangat berbeda dengan Dela yg selama ini, Sri lihat.
Mbah Tamin, hanya mengamati saja.
Setelah berbasa-basi, mbah Tamin mempersilahkan Sri dan Dini masuk didalam Sri langsung bisa merasakan bahwa rumah ini jauh berbeda dari rumah gubuk itu rumah disini berkali2 lipat lebih besar, tentu dengan nuansa jawanya yg kental meski begitu Sri merasa ngeri memasukinya
setiap ruangan di rumah besarnya bukan maen, banyak lukisan dengan corak kental adat budaya jawa yg bisa Sri saksikan langsung namun dari semua itu ada satu lukisan yg menarik perhatian Sri, sebuah lukisan yg familiar. Sri menatap lekat-lekat foto itu.
Seorang wanita tengah berpose dengan sanggul mengenakan kebaya menatap lurus dia tengah memegang jabang bayik.yg membuat Sri tidak bisa mengalihkan perhatianya adalah jabang bayik di lukisan itu memiliki 2 kepala.
Kakek : ” Sri kamarmu ada di belakang, sini aku antar”
Sri baru menyadari, Dini tidak ada di belakangnya, entah kemana, dia mengikuti mbah Tamin menelusuri setapak demi setapak dan melihat banyak ruangan tanpa pintu.
Kamar Sri hanya ruangan kecil dengan beberapa perabot tua dia tidak lagi sekamar dengan Dini hanya ada jendela yg di tutup oleh Gorden “disana” mbah Tamin mengatakanya.
Kakek : “kalau sudah jam 12, pintu kamarmu jangan di buka jangan sampai kamu membukanya ingat pesanku ini”
Sri membuka gorden di jendelanya dia bisa merasakan bahwa keberadaanya disini tidak ada bedanya dengan keberadaanya di alas itu entah kenapa tempat ini sama saja seperti memintanya menguak apa yg ada disini.
Lalu, dia melihat Dela baru saja melewati kamarnya menatapnya lalu menghilang dengan senyuman yg memancing keingintahuan.
Sri sudah mengunci pintu kamar dan jendelanya, kini, ia berbaring di atas kasur tua, yg setiap ia bergerak mengeluarkan suara tidak mengenakan.
Hanya dengan menatap cahaya lilin di meja, Sri merasa dia aman selebihnya dia terjaga, tidak bisa tidur dengan pertanyaan dipikiranya waktu terasa begitu lambat setiap ketukan detik yg Sri bayangkan terasa mengambang dalam sepi di kamar itu lalu, terdengar suara lirih.
Suara yg membuat Sri merasa tidak sendiri lagi suara itu terdengar dari luar kamar.
Dela : “Mbaaak Sriii, mbaaak, iki aku Dela”
Dela : “Mbaknya sudah tidur ini aku Dela mbak, di buka dulu pintunya mbak”
Dela : “Mbak Sri, saya tau kamu masih terjaga dibuka dulu pintunya nanti saya kasih tahu rahasia”
Kaki Sri mulai melangkah turun dia beranjak dari tempatnya namun, dia masih ragu sri belum menjawab dia masih diam, membiarkanya ditelan sunyi, di obrak-abrik sepi sampai keheningan itu menguasai.
Senyap suasana saat itu sangat senyap namun perasaan itu seakan menekan Sri dalam kegilaan dan rasa penasaran yg saling melahap satu sama lain. Sri gila.
Benar saja, keheningan itu membuat sebagian pikiran Sri tertekan hingga Sri merasa bahwa Dela telah pergi.
Sri mencoba untuk menenangkan diri, ia terduduk dengan kaki yg sudah lemas namun tiba-tiba.
BRAKK!! pintu kamar Sri, di hantam oleh sesuatu yg sangat keras.
Setelah gebrakan itu, suara tertawa yg pernah Sri dengar itu muncul.
” anak Bodoh nyawamu itu sampe mana sih tak kasih tahu jumat kliwon pikirkan itu PIKIRKAN!! ” Suara dari depan pintu.
” Sri, kalau sudah mau tidur, lilinya, dimatikan dulu ya” Suara dari depan pintu.
Saat itu juga lilin itu mati dengan sendirinya.
kegelapan itu menenggelamkan Sri dalam tangisan ketakutan tergila.
Hari menjelang pagi.
Dini : ” Dela juga datangin kamu semalam? tanya Dini kepada Sri.
Dini : ” Kalau malam tiba, Dela kumat kata si mbah ,emangnya kamu gak dikasih tau ? ” Tanya Dini
Sri tidak menjawab pertanyaan itu dia hanya melihat air mengalir yg ada di hadapanya. “Jumat kliwon” kata Sri tiba-tiba, Dini mengangguk
Rupanya, dia tahu siang itu si mbah memanggil Sri dan Dini, mereka melihat Dela yg tengah duduk sendirian dia seperti sibuk dengan dunianya sendiri.
Kakek : ” Dela lahir disini, makanya saya tidak perlakukan dia seperti saat tinggal di hutan setiap sudut rumah ini sudah saya pasang payung untuk orang meninggal, jadi jangan khawatir, masalahnya sekarang disini besok kamis, saya mau minta tolong bisa kamu caritahu dimana jimat itu disimpan”
Malam itu Sri dan Dini masuk ke kamar si mbah, disana dia bisa melihat banyak tergantung kepala kerbau yg dipasang di tembok selain itu kamar mbah Tamin banyak dihiasi kain merah bau kemenyan tercium sampai menusuk hidung. mbah Tamin, kemudian melangkah masuk.
Mbah Tamin kemudian meminta Dini meminum air hijau memijat-mijat kepalanya sambil mengusap asap kemenyan dia lalu menghantam kepala Dini dengan telapak tangan.
Kakek : “Sri tolong jaga Dini, si mbah mau keluar dulu” Ujar Kakek kepada Sri.
Mbah Tamin pergi sementara Dini tersungkur pingsan di dahinya dia terus berkeringat berkali-kali dia tampak seperti orang yg meracau, mengatakan sesuatu seperti “GELAP”.
Namun, Sri telaten membersihkan keringat Dini, dia juga membantu Dini agar bisa tidur dengan posisi yg benar. dia terus menjaga Dini sepanjang malam. si mbah tidak juga kembali semakin malam Dini semakin kacau ia menjerit seperti tengah berlari nafasnya terengah-engah “bapaknya melihat saya bapaknya sudah melihat saya dikejar saya dikejar”
Mbah Tamin kembali, dia hanya menepuk bahu Dini dan dini langsung terbangun dengan wajahnya tampak kaget seperti ingin mengatakan sesuatu namun dia urungkan saat melihat mbah Tamin melotot seakan menahan bahwa dia tidak boleh mengatakanya disini.
Mbah Tamin dan Dini keluar Sri tidak mengerti, kenapa si mbah seakan menghindarinya setelah menunggu si mbah memanggil Sri menyuruhnya agar kembali ke kamar perjalanan ke kamar Sri melewati sebuah kamar tanpa pintu disana ada Dela melihatnya, dia hanya tersenyum menatap Sri
hal terakhir yg Sri ingat saat melihat Dela adalah dia seakan memberitahu bahwa akhir dari semuanya, adalah rumah ini.
Sri menutup pintu menguncinya, dia terlalu lelah malam ini. apa yg dia lihat ingin dia lupakan dalam tidurnya.
Saat Sri memejamkan mata. seseorang membelai rambutnya. memakasanya untuk melihat sesiapa yg tengah menganggu tidurnya.
Sri Melihat Dela ada di kamar nya.
Sri :” Dela ?? bagaimana bisa???”
Dela :” Aku dari tadi sebenarnya ada di dalam kamarmu loh Sri, tepatnya di bawah ranjangmu apa orang tua itu masih mencari saya?aku mau minta tolong sekarang nyawamu ada di tangan si mbah, kalau kamu menuruti apa kata saya kamu akan selamat dan tak kasih tahu sumber masalahnya kamu percaya sama saya kan?”
Sri :” Tolong apa ?”
Dela :” bakar payung orang meninggal itu untuk saya”
Dela melangkah pergi dia memberikan tatapan terakhir kepada Sri seakan yakin Sri akan melakukannya.
Malam semakin larut Sri melihat sebuah mobil datang “Sugik” ucap Sri. Sugik mengawasi dari jendela mbah Tamin dan Dini melangkah masuk ke dalam mobil mereka pergi dari kediaman ini
Sri hanya membatin kemana mereka pergi dan kenapa dia tidak diajak pergi semua ini tiba-tiba mengingatkannya pada pesan Dela nyawanya ada di tangan si mbah
Meski ragu Sri membuka pintu dia melihat Dela tersenyum berdiri didepan kamar seakan sudah menungguinya.
Sri dan Dela menyusuri rumah dia pergi ke dapur, mencari korek dan minyak tanah kemudian mulai berjalan ditengah kegelapan malam
Dela :” Bakar semua payung ini ada 7 payung diatas tanah ini percaya sama saya”
Sri menyiram payung itu membakarnya setiap kobaran api yang menyala-nyala Dela tertawa melihatnya dia seperti menari-nari.
Sri seperti ikut dalam setiap bisikan Dela ketika dia menunjuk dimana saja payung itu disembunyikan dan setiap satu payung terbakar Dela menari-nari merentangkan tangan tertawa begitu senang sampai Sri menatap payung terakhir. payung itu, terletak tepat didepan lukisan itu Sri berhenti, dia melihat lagi lukisan itu memperhatikan setiap detail siapa yang dilukis dalam balutan palet warna yg seakan familiar di mata Sri apa maksud lukisan itu, seakan ia mengenal siapa yg ada dalam lukisan sampai Sri baru memahami sesuatu.
Dela :” kok ragu Sri?? sudah sadar ya, siapa saya ??
Sri beringsut mundur namun Dela terus mendekatinya Sri langsung berlari sementara Dela hanya melihatnya begitu saja dia tidak tahu apa apa tidak sampai dia yakin sekarang dia mengerti semuanya.
Kenapa dia bisa sampai ada disini siapa Sengarturih dan Banarogo yg sebenarnya dan tempat ini semua ini adalah?!
Sri tersandung jatuh
Sri merangkak lantas dia kemudian bersembunyi !
Dela datang, suara langkah kakinya bayanganya ketika melewatinya seakan membuat Sri hampir kehilangan akalnya Sri terus diam Dela tidak akan tahu dimana dia berada.
Dela menarik rambut Sri, mencengkramnya
Sri melawan sebisanya namun, dia tidak bisa menghadapi bala kekuatan yg entah darimana datangnya, Dela seperti orang kesurupan.
Caranya menghantam wajah Sri dengan telapak tanganya membuat wajah Sri babak belur bahkan dia menginjak wajah Sri dengan kakinya.
Dela terus berteriak meminta Sri menyelesaikan tugasnya, dia harus menyelesaikannya tidak boleh tidak disini.
Sampai terdengar suara mobil datang, Dela dan Sri terdiam manakala ada seseorang datang mendekat
Langkahnya pelan dia menyusuri ruangan kemudian menampakkan dirinya didepan Sri dan Dela
mbah Krasa melihat Sri, tatapannya kecewa lalu, ia mendelik melihat Dela yang entah bagaimana langsung duduk bersimpuh di depan mbah Krasa.
Di membelai rambut Dela seakan dia adalah binatang peliharaannya.
Krasa :” antarkan Sri ke kamarnya ” Kata Krasa kepadaorang yg berdiri dibelakangnya.
Dia hanya bisa melihat mbah Krasa yg masih menatapnya Dela hanya melirik Sri dengan tatapan penuh ancaman seakan dia belum selesai dengan semuanya.
Seseorang mengetuk pintu kamar lalu membukanya Sri melihat wanita tua anggun itu tidak ada segan lagi untuknya Sri justru merasa kesal setiap melihat tatapan matanya yg terbungkus kaca mata tebal menggerikan itu.
Pagi itu mbah Tamin dan Dini sudah kembali.
Seseorang memanggil Sri dari dalam kamar dia melihat mbah Krasa duduk bersama Dela ditengah meja Sri melihat kotak itu lagi.
Boneka yg Sri lihat nyaris sama persis mbah Tamin dan Dini semalaman mencari benda ini di badan boneka ada lilitan rambut kusut yang sama persis seperti Sri lihat, mengingatkannya pada Erna.
Dela mendekati Sri, dia menatap Sri seakan ingin tahu, tatapanya lebih lembut, dia berucap dengan suara lirih.
Dela : ” Terimakasih ya kak, saya gak akan pernah lupa jasa kamu
Sri hanya mengangguk dia sudah tidak peduli
setelah memotong rambut Sri dan Dini mbah Tamin, mengikat rambut itu pada boneka di belakang rumah, dia sudah memutari 3 lubang galian itu tempat Dela, Sri dan Dini terduduk didalamnya
Mbah Tamin duduk menyirami boneka itu dengan air, sementara bau kemenyan semakin menyengat
tangan dan kaki mereka diikat dengan ranting muda daun kelor, sehingga ketiga-tiganya tidak ada yg bisa bergerak hanya pasrah di dalam setiap lubang yg sudah di gali untuk mereka semuanya,
Mbah Tamin perlahan mencabut satu persatu rambut itu. terdengar sebuah suara yg tidak asing sebuah kerbau meraung Sri yg sudah terjebak dalam lubang tidak tahu apa yg terjadi karena setelah suara itu hilang dia mendengar Dela dan Dini menjerit, lalu, hening..
hening..
Sesuatu baru saja membasahi tubuh Sri baunya amis darah. darah kental itu membuat Sri merasa tidak nyaman tanpa sadar ketakutan sudah merasukinya dia tersenggal karena di dalam lubang itu Sri kesulitan untuk bernafas.
Tiba-tiba, Dini berteriak lagi kali ini dia meronta dari suaranya seperti dia tengah disiksa suara Dini, lalu suara Dela suara mereka saling bersahutan satu sama lain Sri yg tidak bisa melihat apa yg terjadi hanya bisa gemetar menahan ketakutan yg semakin menguasainya mbah Tamin sedang membalas perbuatan si pengirim santet.
Lalu Sri merasakan tubuhnya mati rasa
rasanya seperti terjebak dalam keadaan tidak sadar seakan Sri tidak lagi bisa merasakan apapun namun, rupanya itu hanya awalnya saja sebelum, rasa sakit seakan merobek-robek daging di tubuhnya.
Sri berkelakar, itu adalah rasa sakit terhebat yg pernah ia rasakan suara Sri menggelegar, mereka sama-sama berteriak namun, ada suara lain yg dia dengar suara seorang lelaki dia tidak hanya berteriak dia mencaci maki dengan suaranya yg gemetaran suara asing yg tidak di ketahui darimana datangnya
Suara si pengirim santet kesakitan itu benar, membuat Sri tidak tahu seperti apa dia harus menggambarkanya, karena setelah sentakan itu, nyawanya seperti di tarik saat itulah Sri yakin melihatnya Dela selama ini menggendong seorang wanita ia memiliki perut buncit hanya saja sosok itu tak berkaki selama itu juga Sri melihatnya lagi selama Dela dikurung dalam keranda bambu kuning, sosok wanita itu mendampinginya menjilati borok dan luka biru Dela dengan lidah panjangnya yg selama ini Sri lihat seperti penyakit menjijikkan dan sosok itu melotot melihat Sri lalu Sri melihatnya sosok yg datang bertamu pada malam itu rupanya adalah seorang lelaki, Sri tidak mengenal siapa lelaki itu hanya saja si lelaki mengacak-acak kamar si mbah namun tampaknya dia tidak mendapatkan benda yg dia cari, lalu dia mengambil kain hitam itu menukarnya dia hanya meninggalkan sebuah “peti mati” bertuliskan Atmojo, lalu pergi begitu saja lingkaran itu seperti berputar Sri menyadarinya kini mereka terikat satu sama lain Santet “sewu dino” sebenarnya adalah Santet yg tersambung satu sama lain. nyawa dibayar nyawa lelaki itu dia memiliki sesuatu yg sama seperti Dela kembar hanya saja dia senantiasa berjalan di belakangnya kakinya panjang nyaris 2 kali tinggi si lelaki dia terus menerus mengikutinya.
Sri terbangun dengan kaki lumpuh dia melihat mbah Tamin, menatapnya didepanya Dela berdiri meski berlumuran darah yg sama seperti Sri, Dela menatapnya dia membungkuk berterimakasih. Dini hanya duduk matanya kosong mereka semua sama berbagi rasa sakit namun tidak bagi si pengirim santet mungkin dia sudah tewas saat ini.
Mbah Krasa mendekati Sri, memberinya handuk untuk membersihkan badannya iya ikut menuntun Sri, membasuhnya dengan air lalu mengantarkanya ke kamar dia butuh istirahat sampai tubuhnya pulih kembali.
Sri hanya diam saja, dia terus mendengar mbah Krasa bahwa si pengirim pantas mendapatkanya atas perbuatanya selama ini terhadap keluarganya.
Bahkan mbah Krasa sudah berjanji Sri akan mendapatkan sesuatu yg pantas uang bukan masalah baginya setelah, mbah Krasa selesai memandikan Sri dia mengantarkanya di kamar untuk terakhir kalinya mereka saling melihat satu sama lain sebelum akhirnya mbah Krasa bersiap untuk pamit pergi namun Sri mengatakan . . .
Sri : ” yang sebenarnya jahat disini, dia apa anda mbah?”
Ucapan itu, membuat mbah Krasa menghentikan langkahnya tanganya yg tengah membuka pintu kembali menutupnya senyuman yg tadi terpancar di wajahnya kini kian pudar menatap wajah Sri yg penasaran, mbah Krasa lantas kembali duduk dia menatap wajah Sri, mereka saling menantang satu sama lain.
Krasa : “kamu pernah dengar, pribahasa, ketidaktahuan adalah berkah dari tuhan?”
Sri : “Kuncoro, apakah itu nama keluarga yg semuaya sudah anda habisi dan untuk membalasnya dia sampai rela menggadaikan nyawanya biar keluarga anda menerima balasan?”
Mbah Krasa menatap Sri, dia tersenyum sudut bibirnya seakan memuji dan memberi pujian betapa Sri pintar dalam menghubungkan semua ini, hanya dengan mengikat batin antara Sri dan Kuncoro Sri langsung tahu semuanya.
Krasa : “lalu?”
Sri : “Sengarturih dan Banarogoh adalah peliharaan anda yang anda jadikan alat untuk menghabisi semua keluarga Kuncoro, tapi rupanya keturunan terakhirnya bisa menangkap Banarogoh menggunakanya agar Sengarturih bisa menyiksa Dela sebagai gantinya dia yg menerima semua dosanya.
Mbah Krasa tersenyum, lalu tertawa dia terhibur dengan semua ucapan Sri, lantas dia bertanya..
Krasa : “kamu mau mati disini, apa mau sampai di rumah?”
Sri hanya diam dia tidak mengatakan apapun lagi.
Krasa : “kamu akan tetap hidup mbah sudah yakin sedari awal kamu yg paling berbeda dibandingkan yang lain nyawamu tidak ada harganya bagiku tapi, jangan ceritakan kepada siapapun sebelum saya meninggal mengerti ? , semua manusia itu sama tidak tertebak berkata dia jahat atau tidak, tetap saja manusia punya tujuanya sendiri yang tidak akan bisa kamu jangkau seenaknya saja sekarang, saya tanya kamu masih mau ikut saya atau tidak?”
Sri : “tidak, saya mau pamit pulang saja”
Mbah Krasa tampak mengerti, lantas dia memanggil Sugik membopong badan Sri yg masih lemas membawanya menuju ke mobil sekilas dia melihat sorot mata mbah Tamin dia tersenyum seakan tahu apa yg terjadi.
Sebelum masuk ke mobil, Dela menghentikanya, meminta agar Sri tetap bekerja disini, berapapun bayaranya namun, Sri menolak dia menatap mbah Krasa tajam membuat dia mengatakanya..
Krasa : “sudahlah, nanti cari lagi yg lebih pintar”
Sri juga melihat Dini, dia hanya duduk memandangnya seakan menegaskan bahwa dia akan bertahan disini Sri tidak punya hak memintanya keluar terlepas apakah dia juga tahu apa yg sebenarnya terjadi dibalik semua peristiwa ini.
Sugik menutup pintu mobil membiarkan Sri beristirahat mobil perlahan meninggalkan kediaman Atmojo, Sugik terus membawa Sri menuju perjalanan pulang namun, tiba-tiba dia menghentikan mobil disamping sebuah tebing.
dia keluar dari mobil, mengeluarkan sebatang rokok, lalu menghisapnya lantas dia bertanya pada Sri yg kebingungan
Sugik : “Sri, sekarang, kamu mengerti kan siapa keluarga Atmojo?”
Sri mengangguk. .
Sugik : “tapi apa kamu mengerti siapa itu keluarga Kuncoro?”
Sri : “aku ngerti”
Sugik : “dulu, aku bekerja di keluarga Kuncoro, sebelum keluarga itu berani menentang keluarga Atmojo, saya tahu semuanya bagaimana keluarga itu di bantai satu persatu dengan penyakit yg aneh sampai ada yang bunuh diri tapi ada yg tidak di ketahui oleh keluarga Kuncoro, aku yg menanam Pasak Jagor di rumah keluarga Kuncoro aku yg berkhianat pada keluarga ini aku takut Sri. mbah Tamin yg memaksaku bila tidak anak isteriku yg akan menerima kiriman dari beliau”
Sri tidak habis pikir, sekarang kepingan puzle itu selesai sudah.
itu adalah terakhir Sri berhubungan dengan keluarga Atmojo, sudah sebulan lebih dia tidak mendapatkan kabar itu lagi sampai di suatu pagi dia mendengar seseorang mengetuk pintu.
Dunia4d Prediksi SGP Bapak pergi keluar untuk memeriksa, namun dia tidak kunjung kembali. Sri pun pergi memeriksanya
dia mendapati bapak memegang sebuah kresk hitam besar mata bapak melotot kaget melihat isi kresek itu ketika Sri merebutnya dia langsung tahu apa itu.
Uang yg memenuhi kantung kresek itu, baru saja di tinggalkan atau sengaja di tinggalkan di rumah ini..
melihat itu Sri lantas membawa uang itu bapak coba menghentikan Sri namun Sri keras kepala dia membuangnya ke pembuangan sampah mengatakan kepada bapak agar tidak mengambilnya lagi bila tidak ingin dia terjerat lagi dalam lingkaran keluarga Atmojo.